Minggu, 21 Juni 2015

risalah dan kenabian



       I.            PENDAHULUAN
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula,iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya. Allah Swt mengutus para Nabi dan Rasul sebagai pembawa risalah dan sebagai penerang serta washilah untuk menunjukan manusia kepada jalan yang lurus, jalan yang keridhoan dan jalan yang akan menyelamatkan manusia dalam setiap dimensi kehidupan, tidak hanya duniawi yang dikejar akan tetapi keabadian akhirat sebagai tujuan utama dalam mengarungi kehidupan ini.
Allah menurunkan Kitab-Kitab kepada para Nabi dan Rasul-Nya sebagai bukti atas kebesaran-Nya dan juga sebagai ujian bagi manusia, apakah manusia akan berimana pada kitab-kitab tersebut ataukan ia akan menjadi golongan pembangkang yang mendapatkan murka Allah Swt.
    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa tujuan diutusnya para Rasul?
B.     Apa fungsi wahyu dalam kehidupan?
C.     Apa misi ajaran seluruh Rasul?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Tujuan diutusnya para Rasul
1.      Al-Hajj (22): 75
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ




“Allah memilih para utusan (-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”[1] (QS. Al Hajj:75)



a.      Tafsir Ayah
Allah SWT memilih para utusan dari kalangan malaikat untuk menyampaikan wahyu kepada para Nabi, juga memilih para utusan dari kalangan manusia untuk menyampaikan risalah kepada manusia seperti yang Ia kehendaki dan Ia inginkan, sesuai dengan hikmah dan maslahat.
            Pada ayat ini Allah SWT menerangkan bahwa Dia telah memilih beberapa orang di antara para malaikat, untuk menjadi perantara antara-Nya dengan para Rasul yang diutas-Nya, untuk menyampaikan wahyu seperti malaikat Jibril. Demikian pula Dia telah memilih beberapa orang Rasul yang akan menyampaikan agama-Nya kepada manusia. Hak memilih para Rasul adalah Hak Allah SWT, tidak seorangpun yang berwenang menetapkannya selain dari Dia. Dia Maha Mendengar semua yang diucapkan oleh hamba-hamba-Nya, melihat keadaan dan mengetahui kadar kemampuan mereka, sehingga Dia dapat menetapkan dan memilih siapa yang patut menjadi Rasul atau Nabi di antara mereka.[2]
b.      Munasabah ayah
Ayat sebelumnya berisi penjelasan tentang posisi ketuhanan. Untuk masalah ketuhanan; orang-orang kafir menyembah benda tanpa hujan dan ilmu atas penyembahan itu. Mereka tidak mengagungkan Allah SWT dengan sebenarnya. Dengan kata lain mereka tidak mengetahui hakikat kuasa, keagungan dan kemuliaan Allah SWT. Mereka tidak mengagungkan Allah SWT dengan sebenarnya yang wajib untuk zat-Nya saat mereka menyembah tuhan lain bersama-Nya, seperti menyembah benda-benda yang tidak berakal dan tidak bisa menolak mara bahaya dari dirinya sendiri juga dari orang-orang yang sangat memerlukan bantuan untuk urusan kehidupan. Hanya Allah SWT semata yang Maha Kaya lagi Kuasa, dengan kuasa-Nya Allah SWT menciptakan segala sesuatu.[3] Maha Perkasa yang menguasai dan memaksa segala sesuatu, tidak terkalahkan dan terbendung karena keperkasaan dan kemuliyaan-Nya. Maka Ia layak disembah dan diagungkan.
Selanjutnya penjelasan Al-Qur’an beralih dari ciri-ciri ketuhanan dan yang diwajibkan untuknya kepada masalah-masalah kenabian. Allah SWT memilih para utusan dari kalangan malaikat untuk menyampaikan wahyu kepada para Nabi, juga memilih para utusan dari kalangan manusia untuk menyampaikan risalah kepada manusia seperti yang Ia kehendaki dan Ia inginkan, sesuai dengan hikmah dan maslahat, seperti yang Allah sampaikan dalam ayat lain,”Apabila datang sesuatu ayat kepadanereka, mereka berkata, ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah’. Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras di sebabkan mereka selalu membuat tipu daya.” (Al-An’am: 74-76)
Allah SWT mengetahui dengan sempurna kondisi para malaikat dan rasul yang diberi beban tugas, Maha mengetahui apa yang telah berlalu dan yang akan terjadi, tidak ada sedikitpun urusan yang samar bagi Allah SWT. Firman Allah SWT, “Dia (Allah) mengetahui apa yang dihadapan mereka dan apa yang di belakang mereka.” (Al-Hajj: 76) mengungkapkan ilmu-Nya yang meliputi mereka. Hakikatnya, Allah SWT mengetahui segala kejadian sebelum dan setelah keberadaan mereka. Banyak sekali ayat-ayat yang menguatkan maknanya, seperti firman Allah SWT, “(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang gaib, maka tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridlai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.”
Ayat ini diakhiri dengan firman, “Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan. (Al-Hajj: 76) Artinya, segala urusan berpulang pada-Nya pada hari Kiamat, tidak ada kuasa dan batas akhir untuk siapapun selain Dia.[4]
Ayat ini turun saat Walid bin Mughirah berkata: “Kenapa Al Qur’an diturunkan padanya (Muhammad) dan bukanya pada kami?”
Ayat ditutup dengan penegasan sifat-sifat Allah AzzawaJalla. Pendengaran-Nya sempurna untuk untuk semua perkataan manusi, penglihatan-Nya sempurna untuk semua hal dan ihwal mereka, ilmu-Nya sempurna terhadap siapa yang berhak dipilih untuk menyampaikan risalah. Firman Allah SWT, “Dan dari manusia,” (Al Hajj: 75) adalah para nabi yang diutus untuk memperbaiki manusia, orang-orang yang menyatukan antara kenabian dan risalah.[5]
2.      Q.S. An-Nahl (16): 36

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِين
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah tagut itu’. Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dan diantara mereka ada pula orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul).”

At-Thogut : setiap sesembahan selain Allah, termasuk setan, tukang tenung, berhala dan setiap orang yang menyeru kepada kesesatan.
a.      Penafsiran Ayah
Ayah ini menyatakan Allah telah mengutus Nabi Muhammad. Dan  diantara umatnya ada yang menerima dengan baik ajarannya dan adapula yang membangkang dengan berbagai upaya penolakan keras. Hal ini sesungguhnya juga dialami oleh rasul-rasul sebelum Muhammad. Dimana mereka menyampaikan agar umatnya tunduk dan patuh dengan penuh pengagungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Perintah untuk menjahui taghut, yakni segala macam yang melampaui batas seperti penyembahan berhala dan kepatuhan kepada tirani.[6] Ajakan para rasul telah diketahui oleh umat masing-masing maka diantara mereka ada yang hatinya terbuka sehingga Allah menyambutnya dan diberikan petunjuk, adapula yang keras hatinya sehingga mereka menolak ajaran (risalah) rasul. Dan nantinya pasti akan mendapatkan sanksi atas kesesatan yang mereka pilih sendiri pada hari pembalasan. Kemudian jika umat manusia masih meragukan apa yang disampaikan rasul, tentang kebinasaan para pembangkang dan pendusta para rasul maka perhatikanlah bagaimana akhir kehidupan mereka yang mendapatkan laknat yang pedih dari Allah SWT.[7]
b.      Munasabah Ayat
Allah telah mengutus Nabi Muhammad untuk menyempurnakan syariat-syariat nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu. Dalam menyampaikan risalahnya Nabi Muhammad menemui banyak rintangan dan hambatan dari berbagai Suku dan Penguasa Quraisy pada waktu itu. Hal ini sama dengan apa yang di alami oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya.[8]
c.       Asbabun Nuzul Ayah
Dalam Surah An-Nahl ayat 36, ayah ini menghibur Nabi Muhammad Saw, dalam menghadapi para pembangkang dari kaum beliau, seakan-akan ayat ini menyatakan: Allah pun telah mengutusmu, maka ada diantara umatmu yang menerima ajakanmu dan ada juga yang membangkang.
Allah mengabarkan kepada kita untuk meneliti sejarah umat terdahulu, baik umat yang memperoleh atau mendapat petunjuk dari Allah SWT. ataupun umat yang membangkang karena didalamnya terdapat pelajaran yang berharga bagi manusia dan menjadi bekal agar manusia tidak terjerumus kedalam lubang yang sama untuk kesekian kalinya.
B.     Fungsi Wahyu dalam Kehidupan

1.      Al-Anbiya :25

$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqß§ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù
dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku."
Ayat ini menjelaskan bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad kepada ummat adalah sebagai peringatan kepada ummatnya, bahwa yang disampaikan oleh para utusan Allah adalah satu. Tidak ada utusan yang mempersekutukan Allah dan tidak ada seorangpun yang sanggup mengemukakan suatu alasan atau suatu bukti adanya Nabi yang menyampaikan wahyu yang isinya menyuruh mempersekutukan Allah. Ayat ini memperjelas bahwa tidak ada seorang Rasul Allah yang membawa wahyu Ilahi selain dari satu ajaran. Isi atau inti pokok agama yang pertama adalah mengakui tiada Tuhan kecuali Allah  ( Tauhid Uluhiyah). Dan yang kedua adalah mengakui bahwa Tuhan itu satu yaitu Allah (Tauhid Rububiyah). Sebagaimana tertulis pada ayat diatas, hanya Allah lah yang patut disembah dan dipuja.
Munasabah ayat dengan ayat sebelumnya :
Keterkaitan antara surah al anbiya ayat 25 dan ayat sebelumnya penguatan bahwa ajaran yang Nabi Muhammad bawa tidaklah berubah-ubah sejak dahulu sampai sekarang “ini adalah peringatan bagi siapa yang sertaku dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku.” . yakni ajaran Tauhid adalah ajaran untuk tiap zaman, yakni menolak segala perbuatan manusia yang mengambil/ menganggap Tuhan selain Allah. Dan untuk membedakan mana yang benar, hendaklah menggunakan akal pikiran.jangan hanya ikut-ikut saja. Orang yang beragama dengan tidak mempergunakan akalnya itulah yang selalu terombang-ambing dalam soal kepercayaan.”maka merekapun berpaling” (ayat 24) [9]
C.    Misi Ajaran Seluruh Rasul
1.      Al-Baqarah(2):199.
!$¯RÎ) y7»oYù=yör& Èd,ysø9$$Î/ #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur ( Ÿwur ã@t«ó¡è@ ô`tã É=»ptõ¾r& ÉOŠÅspgø:$# ÇÊÊÒÈ  

“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.”( Q.S. Al Baqarah : 119)
a.       Penafsiran Ayah
Pada awal ayat ini Allah SWT menegaskan dengan menyatakan: (Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran). Pada ayat ini Allah SWT menyebut diri-Nya dengan kata, "Inna" (Kami). Ayat yang senada banyak sekali ketika Allah SWT menyebut diri-Nya dengan kata, "Kami", selain itu pula terkadang Allah menyebut diri-Nya dengan kata, "Inni"(Aku). Perlu digarisbawahi bahwa ketika Allah menyebutkan Dzat-Nya dengan kata, "Kami", pertama, biasanya menunjukkan pada perbuatan Allah yang terjadi "tidak hanya" mewakili salah satu sifat Allah, tetapi mewakili seluruh sifat-sifat Allah. Kedua, digunakan kata, "Kami" biasanya ketika perbuatan Allah itu melibatkan makhluk-Nya walaupun si makhluk tersebut mampu berbuat karena kemampuan yang diberikan Allah, hal ini merupakan penghargaan Allah terhadap makhluk. Ketika dalam penciptaan langit dan bumi, Allah menyatakan dirinya dengan kata, "Aku", karena makhluk tidak ikut berperan. Tetapi ketika Allah berbicara perihal kesembuhan atau rezeki, maka Allah menyebutkan dirinya dengan kata, "Kami", karena ketika seseorang sembuh dari sakit ada keterlibatan makhluk (Dokter) atau sampainya rezeki di tangan seseorang juga melibatkan makhluk yang hakikatnya baik kesembuhan maupun rezeki semua datang dari Allah.
a.      Asbabun Nuzul :
Berkata Abdurrazaq, diceritakan oleh As-Tsauri kepada kami dari Musa bin Ubaidah, dan Muhammad bin Kaab Al-Qurathi, katanya bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Wahai bagaimanakah kiranya nasib kedua orang tuaku?" Maka turunlah ayat, "Sesungguhnya Kami telah mengutusmu dengan kebenaran, pembawa berita gembira dan pembawa peringatan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang penghuni-penghuni neraka." (Q.S. Al-Baqarah 119). Maka sampai wafatnya tidak pernah lagi Nabi menyebut-nyebut kedua orang tuanya itu. Riwayat ini mursal. Diketengahkan oleh Ibnu Jarir, dari jalur Ibnu Juraij, katanya, disampaikan kepadaku oleh Daud bin Abu Ashim bahwa pada suatu hari Nabi saw. bersabda, "Di manakah ibu-bapakku?" Maka turunlah ayat tersebut. Riwayat ini juga mursal.
2.      Al-Baqarah(2):213.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي
 مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“ Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
a.       Penafsiran Ayah
Allah menjadikan manusia sebagai umat yang satu dan menganut kebenaran yang sama sejak nabi Adam hingga nabi Nuh tetapi karena berbagai hal, mereka kemudian berselisih diantara sesama. Oleh karena itu Allah mengutus para rasul untuk orang-orang yang mendustakan kebenaran risalah para rasul.
Meskipun allah menjadikan manusia sebagai umat yang satu yang terikat yang saling membutuhkan satu sama lain dalam mencari penghidupan. Namun tidak mungkin dalam persatuan ini mereka selalu sepakat dalm semua hal. Allah menjadikan akal manusia tidak sama dan berbeda-beda fitrohnya sehingga terkadang terjadi perbedaan pendapat dalam memahami risalah ini.
Allah mengutus kepada para nabi untuk memberikan peringatan kepada kaumnya masing-masing, tentang apa yang mereka abaikan. Dengan menyandarkan hukum-hukum Allah kepada kitab-kitab-Nya sebagai sumber utama. Serta menguatkan kenabian dengan dalil-dalil yang tegas. Apa yang mereka sampaikan semata-mata adalah dari Allah Yang Maha Kuasa memberi pahala dan mendatangkan siksa. Serta Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu.[10]
a.       Munasabah Ayah
Ayah ini mewajibkan kita beriman kepada kitab-kitab yang tidak disebutkan namanya. Dan kita tidak boleh menisbatkan nama-nama kitab kepada Allah kecuali kitab-kitab yang Allah nisbatkan kepada-Nya sendiri didalam al-Qur’an. Kewajiban kita beriman bahwa kitab-kitab yang diturunkan itu membawa kebenaran, mengesakan Allah pada Rububiyyah-Nya, Uluhiyyah-Nya, nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya, sedangkan nama kitab Allah disebutkan dalam firman-Nya surat Al-Maidah: 46
 IV.            KESIMPULAN










[1]WahabahAz-Zuhaili, Tafsir Al Wasith Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm,657
[2]M. QuraishShihab, Tafsir Al-Mishbah, Volume ke-9, Cet. Ke-IV, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 128
[3]WahabahAz-Zuhaili, Tafsir Al Wasith, (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm,657

[4]WahabahAz-Zuhaili, Tafsir Al Wasith Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2013 hlm,658

[5]WahabahAz-Zuhaili, Tafsir Al Wasith Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 2013) hlm,658
[6] Ahmad Mustofa Al-Muraghi, Terjemah Tafsir Al-MuraghiTerj,  Jilid 1 (Semarang: PT. Toha Putra. 1992) Hlm. 89.

[7] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Hlm. 576.

[8] Abidin Nata,  Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009) Hlm. 9.
[9] Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura:Pustaka Nasional Pte Ltd ,1999. Hlm: 4558
[10] Abdullah bin Muhammad bin Abdurrohman Alu Syaikh, Lubaabut Tafsir min Ibnu Katsir atau Tafsir Ibnu Katsirterj. M. Abdul Ghoffar (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2008), Hlm., 381.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar