Selasa, 23 Juni 2015

LAPORAN FIELD RESEARCH MUSEUM RONGGOWARSITO SEMARANG



LAPORAN FIELD RESEARCH
MUSEUM RONGGOWARSITO SEMARANG

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, MSI

I.                   PENDAHULUAN
Museum Ronggowarsito memiliki banyak peninggalan yang menunjukkan keeksistensian Islam yang sudah muncul pada zaman dahulu dan keterikatannya dengan pelestarian budaya Jawa. Museum ini terletak di Jl. Abdulrahman Saleh No.1. Bangunan ini termasuk kebanggaan masyarakat Jawa Tengah, karena museum ini telah melestarikan aset-aset budaya Jawa pada masa kuno, sehingga dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan bagi generasi bangsa. Museum ini terdiri beberapa gedung yang salah satunya adalah Gedung B2. Gedung B2 berisikan koleksi dari masa peninggalan Islam dan Kolonial di Jawa Tengah. Pada makalah ini penulis akan memaparkan lima peninggalan di museum Ronggowarsito dan keterkaitannya dengan nilai Islam dan budaya Jawa.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana diskripsi nilai budaya Jawa dalam lima aspek peninggalan di museum Ranggawarsita?
B.     Bagaimana nilai Islam dan budaya Jawa dalam lima aspek peninggalan di museum Ranggawarsita?

III.             PEMBAHASAN
A.    Diskripsi Nilai Budaya Jawa dalam lima Aspek Peninggalan di Museum Ranggawarsita.
1.        Wayang Sadat
Wayang ini diciptakan oleh Suryadi Warno Suhardjo. Seorang guru matematika SPG Muhammadiyah di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Wayang ini sepenuhnya bernafaskan Islam dengan suasana pesantren dan dalam penyampaiannya tetap menggunakan dasar budaya Jawa. Bentuk wayang peraga dibuat lebih realistik dibandingkan dengan bentuk peraga wayang kulit Purwa. Sunggingan wayang Sadat lebih meriah dibandingkan dengan wayang kulit Purwa dengan menggunakan warna-warna yang lebih cerah.
Yang unik dari pagelaran wayang ini adalah suara pukulan bedhug bertalu-talu disusul dengan ucapan assalamualaikum oleh dalang yang memainkan wayang sebagai penanda dibukanya pagelaran wayang Sadat. Dan cerita yang ditampilkan dalam wayang diambil dari kisah para wali dan riwayat penyebaran Islam di Pulau Jawa. Wayang ini digunakan sebagai keperluan dakwah Islam yang sering dikaitkan dengan kata syahadatin dalam penamaannya sebagai akronim sarana dakwah dan tabligh.
2.        Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat mempercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajar ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro. Sehingga dapat diketahui oleh kita bahwa pembangunan masjid Demak itu didirikan oleh Walisongo.
Bangunan masjid itu didirikan oleh para Wali bersama-sama dalam waktu satu malam. Atap tengahnya di topang seperti lazimnya, oleh empat tiang kayu raksasa. Salah satu di antaranya tidak terbuat dari satu batang kayu utuh melaikan dari beberapa balok yang diikat menjadi satu. Tiang tersebut adalah sumbangan kanjeng Sunan Kalijaga. Rupanya tiang itu di susun dari potongan-potongan balok yang tersisa dari pekerjaan Wali-wali lainnya, pada malam pembuatan bangunan itu ia datang terlambat, oleh karenanya tidak dapat menghasilkan sebuah pekerjaan yang utuh.

3.         Masjid Agung Kudus.
Masjid agung kudus memiliki luas ± 2400 m2. Keadaan tanah berupa sebidang tanah pekarangan yang datar yang diatasnya didirikan masjid dan menara. Untuk memasuki halaman Masjid Kudus harus melewati dua gapura utama yang berbentuk candi bentar. Bentuk asli bangunan masjid sukar untuk diketahui karena telah beberapa kali mengalami perbaikan dan perluasan. Secara keseluruhan Masjid Kudus berbentuk empat persegi panjang berukuran panjang 58 m dan lebar 21 m. Bangunan masjid terdiri dari: menara, serambi, ruang utama, pawestren, dan bangunan lainnya.
4.        Menara Kudus.
Salah satu keistimewaan dari Masjid Kudus adalah Menara Kudus. Menara Kudus ini sangat terkenal bahkan orang lebih mengenal menara Kudus daripada Masjid Kudus. Bentuk menara ini mengingatkan akan bentuk candi corak Jawa Timur. Regol-regol serta gapura bentar yang terdapat di halaman depan, serambi, dan dalam masjid mengingatkan kepada corak kesenian klasik di Jawa Timur. Menara Masjid Kudus merupakan bangunan kuno hasil dari akulturasi antara kebudayaan Hindu-Jawa dengan Islam, bahkan unsur kebudayaan asli.
5.         Batu Geode Kecubung
Batu ini berasal dari kabupaten Semarang. Sebuah amethyst geode yang terbentuk ketika kristal besar tumbuh di ruang terbuka di dalam batu. Batu geode ini berwarna violete. Masyarakat jawa kental sekali dengan beragam budayanya. Mulai dari adat dan keyakinan. Terlebih terhadap keyakian hal-hal atu benda yang dianggap sakral. Benda-benda itupun beragam. Mulai dari keris, belati, batu, dan lain-lain. Batu geode kecubung ini, jika diasah menjadi permata, diyakini oleh orang Jawa bahwa ia mempunyai Aji Pengasih. Tentunya dalam masyarakat Jawa hal ini tidak asing karena mereka mempercayai adanya benda-benda sakral yang memiliki kekuatan ghaib.
6.        Nilai Islam dan budaya Jawa dalam lima aspek peninggalan di museum Ranggawarsita.
Jika melihat dari diskripsi lima peningglan yang sudah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, semua  peninggalan memiliki nilai islam dan corak kebudayaan Jawa. Para tokoh yang telah berjasa tersebut meninggalkan warisan peninggalan berupa akulturasi Islam dan Jawa. Misalnya menara kudus memiliki nilai islam dan budaya Jawa. Hal ini bisa dilihat dari arsitekturnya yang masih merujuk pada unsur Jawa-Hindu, namun esensinya menara kudus juga membawa nilai keislaman. Begitu juga dengan Masjid Agung Demak yang membawa nilai islam, yang dibuktikan dari filosofi bangunan-bangunannya yang mengandung unsur keislaman seperti rukun islam dan rukun iman.

IV.             KESIMPULAN
Berbagai miniatur situs peninggalan sejarah Islam di jawa tentunya untuk membuat masyarakat Jawa khususnya mengetahui tentang sejarah budayanya. Tujuan lain yaitu agar mereka mencintai budaya jawa dan mampu memahami islam beserta ajarannya.

V.                PENUTUP
Demikian laporan field research tentang lima aspek peninggala di Museum Ronggowarsito Semarang. Semoga laporan ini bisa memberikan sumbangan bagi pengembangan Islam dan Budaya Jawa, serta bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



TRADISI SEDEKAH BUMI DI KABUPATEN BLORA



TRADISI SEDEKAH BUMI DI KABUPATEN BLORA

LAPORAN PENELITIAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami. MSI
A.    Pendahuluan
Beragamnya tradisi yang ada di masyarakat jawa khususnya di Blora, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci terkait dengan jumlah tradisi kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut. Penyampaian budaya kepada generasi penerus yang dilakukan melalui lisan menjadi penyebab melunturnya tradisi itu sendiri, karena umumnya penuturan bersifat sangat variatif sesuai dengan sudut pandang penerima informasi. Ada juga beberapa budaya yang tidak dilestarikan hingga menyebabkan hilangnya keaslian dari budaya itu sendiri.
Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi atau biasa dikenal dengan gas deso. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun temurun dari nenek moyang orang jawa zaman dahulu. Ritual sedekah bumi ini biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berpotensi sebagai petani, nelayan yang menggantungkan hidup keluarga dan sanak saudara atau sanak keluarga mereka dari mengais rizki dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di bumi. Wujud syukur kepada Tuhan yang telah memberikan Rahmat-nya kepada penduduk sehingga mereka dapat hidup dengan sejahtera.

B.    Landasan teori
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Sehingga kebudayaan dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Adapun kata culture (bahasa Inggris) yang artinya sama dengan kebudayaan yang berasal dari kata Latin Colere berarti mengerjakan terutama mengolah tanah atau bertani. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil cipta, rasa, karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.[1] Wujud dari kebudayaan tersebut salah satunya adalah sedekah bumi. Acara ini merupakan acara tahunan yang dilakukan oleh orang Blora sebagai wujud rasa terima kasih kepada Tuhan yang telah menganugerahkan tanah atau bumi yang subur, sehingga masyarakat tersebut mampu melestarikan kehidupannya secara baik dan berkesinambungan secara turun menurun sampai ke anak cucu mereka.

A.    Kondisi Lapangan
Kabupaten Blora, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Berjarak sekitar 127 kilometer sebelah timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur. Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan selatan. Daratan rendah di bagian tengah umumnya merupakan area persawahan. Sehingga pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Kabupaten Blora.Di Kabupaten Blora, khususnya di Desa Bangkle tempat kelahiran saya, terletak di pertengahan kota Blora, sekitar 1,5 kilometer ke arah timur alun-alun kota Blora.
“Sedekah Bumi” atau disebut dengan gasdeso adalah salah satu tradisi atau ritual yang setiap tahunnya dilakukan oleh warga Blora khususnya di daerah Bangkle, beberapa alasan yang menjadikan penulis memilih daerah ini adalah tradisi atau ritual tersebut di daerah yang menjadi objek penelitian yaitu Blora, Jawa Tengah tepatnya di desa Bangkle telah mengalami perubahan dari tradisi yang dilestarikan nenek moyang menuju tradisi yang memasukkan unsur keislaman di dalamnya. Sehingga penulis mengambil tradisi tersebut sebagai objek penelitian dengan tujuan para pembaca dapat mengetahui dan menerapkan segala yang pembaca anggap baik dalam perubahan tersebut di daerah masing-masing apabila di daerah atau tempat tinggal pembaca memiliki atau menjalankan tradisi tersebut.

B.     Analisis lapangan
Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang masih kental dengan tradisi-tradisi atau ritual-ritual yang dijalankan nenek moyang mereka terdahulu. Warisan tradisi ini sulit sekali dipisahkan, karena tradisi tersebut telah menyatu dengan mereka. Khususnya tradisi Sedekah Bumi yang dilestarikan oleh masyarakat di Blora yang sudah lama dijalankan.
Tradisi sedekah bumi ini di desa Bangkle disebut juga tradisi Gasdeso. Berikut beberapa penjelasan tetang awal mula tradisi yang dilakukan sampai adanya perubahan dan masuknya unsur-unsur keislaman.
Tradisi Sedekah Bumi ini dilakukan sekali dalam setahun. Menurut Bapak Karlin, di Kabupaten Blora, khususnya daerah Bangkle, awalnya mengadakan Sedekah Bumi pada bulan Sya’ban dengan mengambil hari kelahiran sesepuh desa atau kepala desa, kemudian diubah dengan mengambil bulan yang mana bersamaan dengan hari besar Islam, namun untuk menghargai tradisi yang telah berjalan sebelumnya maka tidak semua tradisi yang dahulu telah berjalan dirubah begitu saja, sehingga pengambilan hari pun tetap menggunakan hari kelahiran sesepuh atau kepala desa.
Sedangkan menurut Ibu Kati, di Kabupaten Blora tepatnya di Kunden pelaksanaan Sedekah Bumi dilakukan pada bulan apit atau Selo yaitu sebelum hari raya Idul Adha. Dengan penentuan harinya adalah hari Kamis Legi.
Kemudian setelah hari ditentukan, para warga mulai memulai kegiatannya dengan membersihkan makam desa bagi para lelaki di pagi hari, dan para wanita memasak untuk makan bersama atau syukuran di makam pada sore harinya.
Ketentuan makanan yang dimakan bersama saat syukuran dalam sedekah bumi dengan membuat gunungan-gunungan yang tersusun dari bungkusan-bungkusan nasi yang telah dibungkus dengan menggunakan daun jati/daun pisang  tapi ada juga yang berupa Tumpeng, kemudian nasi-nasi tersebut diperebutkan dan dimakan bersama  oleh warga desa setelah didoakan di suatu yang sudah disepakati oleh warga desa. Jajanan yang khas disajikan saat Sedekah Bumi / gas deso adalah (dumbeg,tape , bugis, nagasari dll).
Setelah mengalami perubahan, tradisi Sedekah Bumi  diisi dengan berkumpul dan melakukan tasyakuran di makam pada siang hari, kemudian pada malam harinya berkumpul di  Balai Desa untuk melaksanakan beberapa acara, dengan susunan acara sebagai berikut.
1.      Tahlil
Tahlil ini ditujukan kepada para pejuang desa, kepala desa yang telah wafat, yang merintis desa menuju desa yang lebih baik, dan para warga yang telah wafat.
2.      Istighotsah
Dengan tujuan untuk memohon pertolongan kepada Allah SWT agar selalu menjadiakn bumi selalu subur, sehingga para warga desa dapat menghidupi keluarganya dengan baik.
3.      Pengajian umum
Adanya pengajian umum ini adalah agar para warga dapat mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai ajaran dan hukum-hukum dalam agama Islam. Terciptanya warga yang dapat mengetahui secara mendalam tentang Islam, menjadikan hubungan yang harmonis dalam suatu desa adalah salah satu tujuan dari agama Islam itu sendiri

C.    Kesimpulan
Tradisi sedekah bumi di Kabupaten Blora, khususnya di Bangkle telah mengalami perubahan yang lebih baik, yang awalnya mengikuti tradisi nenek moyang mereka, menjadi tradisi yang mempunyai nilai keislaman yang dapat memperdalam ilmu-ilmu keagamaan dan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, melalui tahlil, istighotsah, dan ceramah.
D.    Daftar Pustaka

Widagdho, Djoko, Ilmu Budaya Dasar,  Jakarta : Bumi Aksara, 2008.



[1] Drs. Djoko Widagdho. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara. 2008. Hlm. 21